Sabtu, 08 April 2017

sinopsis dan naskah drama



Sebuah janji dari joko seger

Cerita ini berasal dari Tanah Jawa. Terdapat seseorang raja Majapahit yang meninggalkan negerinya bersama permaisurinya dan beberapa pengikutnya karena kalah melawan putranya sendiri. Mereka pergi ke lereng Gunung Bromo dan membangun sebuah rumah sederhana sebagai tempat tinggal mereka. Pada suatu hari, permaisuri melahirkan anak keduanya. Mantan Raja Majapahit yang gelisah menunggu istrinya melahirkan anaknya di luar rumah. Pada tengah malam, akhirnya anaknya berhasil dilahirkan. Anak yang dilahirkan itu perempuan. Sang Raja lalu melihat anaknya “Dinda, anak kita perempuan”. Tetapi, terdapat keanehan pada bayi itu karena bayi itu tidak menangis seperti bayi pada umumnya “Benarkah Adinda melahirkan, mengapa tidak ada suara tangisan bayi?”pikir sang permaisuri.
“Betul Adinda, anak kita telah lahir.Lihat,ia terlihat tenang,tidak menangis. Dia terlahir dengan normal dan sehat.Mukanya terlihat tampak bersinar.Karena ia terlihat tenang dan diam, maka aku akan menamakannya Roro Anteng”ucap Sang mantan Raja sembari menunjukkkan bayinya kepada istrinya.
Tidak jauh dari tempat itu, terdapat sebuah rumah sederhana yang ditinggali oleh sepasang suami istri. Sang Suami merupakan seorang Brahmana. Pada saat yang bersamaan, sang istri Brahmana melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi itu menangis dengan suara yang amat keras. Karena bayi itu menangis dengan suara yang amat keras, maka bayi itu dinamakan Joko Seger yang artinya laki-laki berbadan segar “Istriku,anak kita menangis dengan suara yang amat keras.Karena itu aku akan menamakan bayi ini Joko Seger”. 
Tahun telah berlalu. Kedua anak itu tumbuh menjadi dewasa. Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik, sedangkan Joko Seger tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan perkasa. Karena kecantikkan Roro Anteng, banyak pemuda yang datang untuk meminangnya. Tapi, tak satupun lamaran yang diterima olehnya karena dia telah menjalin kasih dengan Joko Seger dan ia berjanji tidak akan mau menyukai orang lain karena kesetiaan cintanya kepada Joko Seger.
Roro Anteng dan Joko Seger menjadi senang. Tak berapa lama kemudian,mereka berdua menikah dan tetap tinggal di lereng Gunung Bromo. Mereka kemudian membuka desa baru. Desa itu kemudian mereka namakan dengan nama Tengger. Nama ini merupakan gabungan dari nama mereka berdua, Roro Anteng dan Joko Seger. Mereka pun hidup bahagia.
Setelah bertahun-tahun menikah, mereka belum juga dikaruniai anak. Karena itu, terjadi keresahan di hati mereka berdua “Dinda, sebenarnya sudah bertahun-tahun kita menjadi suami istri,tetapi mengapa kita belum dikaruniai anak? Padahal kita sudah mencoba berbagai jenis obat” ucap Joko Seger. ”Sabarlah Kanda,mungkin nanti kita akan dikaruniai anak. Janganlah cepat berputus asa. Serahkan saja semuanya kepada dewa” ucap istrinya untuk menenangkan hati suaminya. Joko Seger pun mendatangi rumah seorang dukun sakti bernama Nyai Roro Gendeng tanpa sepengetahuan istrinya Roro Anteng. Ia bermaksud ingin meminta agar diberikan keturunan. Joko Seger dan Roro Anteng akan dikaruniai anak, apabila ia berjanji untuk memenuhi syarat yang diberikan Nyai Roro Gendeng kepadanya. Syarat yang harus dipenuhi oleh Joko Seger yaitu apabila mereka dikaruniai anak maka Joko Seger harus memberikan salah satu anaknya kepada Nyai Roro Gendeng. Joko Seger pun senang dan berterima kasih “Terima Kasih Nyai, terima kasih karena engkau telah membantu saya. “Saya akan menepati janji saya”, ucap Joko Seger.
Tak berapa lama kemudian setelah itu, Roro Anteng diketahui mengandung. Mereka bertambah senang dan bahagia karena saat yang ditunggu-tunggu tiba. Sembilan bulan kemudian, Roro Anteng melahirkan seorang bayi perempuan. Kemudian melahirkan anak keduanya yaitu seorang bayi laki-laki dan anak ketiganya yaitu seorang bayi perempuan. Kebahagiaan mereka bertambah. Setelah itu, Roro Anteng tidak melahirkan lagi. Mereka mengasuh dan mendidik ketiga anak mereka dengan ikhlas. Anak-anak mereka pun tumbuh menjadi dewasa. Nama anak yang paling bungsu adalah Patmini. Karena terlena dalam kebahagiaan, Joko Seger menjadi lupa akan janjinya untuk mempersembahkan salah satu anaknya kepada Nyai Roro Gendeng.
Pada pagi hari yang cerah, ketika Joko Seger pergi ke sawah, seorang lelaki misterius datang ke rumah Joko Seger. Tetapi Joko Seger tidak ada di rumah. Lelaki misterius tersebut bertemu dengan istri Joko Seger yaitu Roro Anteng. Roro Anteng merasa heran melihat lelaki itu tiba-tiba datang dan menagih janji yang sebenarnya Roro Anteng tidak mengetahuinya. Dengan tiba-tiba juga lelaki misterius itu pergi meninggalkan rumah Joko Seger. Setelah Joko Seger dan anak lelakinya pulang ke rumah, Roro Anteng segera memberitahu kedatangan lelaki misterius tadi pagi. Joko Seger tiba-tiba terkejut dan teringat akan janjinya kepada Nyai Roro Gendeng. Joko Seger pun langsung menyeritakan apa yang sebenarnya terjadi. Roro Anteng sangat terkejut dan kebingungan memikirkan kejadian yang menimpa keluarganya. ”Aduh, bagaimana ini? Siapa diantara putra putrid kita yang harus kita persembahkan? Aku sangat menyayangi mereka semua” Joko Seger yang masih dalam keadaan gelisah dan tanpa sepengetahuan Joko Seger dan Roro Anteng, anak-anak mereka mendengarkan percakapan kedua orang tuanya.
Pada Keesokan harinya, saat pagi hari, Joko Seger bangun dari tidurnya. Akhirnya Joko Seger dan Roro Anteng ingin menceritakan semuanya kepada anak-anaknya “Apa kita harus membicarakan ini kepada anak-anak kita ?mudah-mudahan saja ada salah satu dari mereka yang mau menjadi persembahan”.
Joko Seger dan isrinya kemudian mengumpulkan anak-anaknya dalam sebuah pertemuan keluarga. Ia menjelaskan janjinya yang pernah ia ucapkan “Anak-anakku, Ayah sebenarnya mempunyai sebuah janji yang melibatkan kalian”. ”Janji apakah itu ayahku?” tanya anak-anaknya.” Sebelum kalian lahir, Ayah dan Ibumu ini sudah lama tidak dikaruniai anak. Padahal Ayah dan Ibumu ini sudah banyak berdoa dan berusaha. Karena Ayah dan Ibumu ini tidak juga dikaruniai anak, maka Ayah mendatangi seorang dukun sakti Nyai Roro Gendeng. Apabila kita dikaruniai anak, salah satu dari kalian harus ada yang dipersembahkan menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng” jawab Joko Seger sambil menjelaskan. ”Lalu,apakah yang melibatkan kami Ayahku?” tanya anak-anaknya. ”Apakah salah satu dari kalian ada yang mau menjadi persembahan untuk Nyai Roro Gendeng? ”tanya Sang Ayah. ”Ayahandaku, apakah ayahanda tega mengorbankan anak ayahanda sendiri, mengapa ayah berjanji seperti itu?  Apakah ayahanda tidak sayang dengan kami? ”tanya salah satu anaknya. 
“Bukan begitu anakku, aku hanya ingin dikaruniai anak, sehingga ayahmu ini berjanji demi dikaruniai anak. Ayah itu sangat sayang dengan kalian semua, jadi ayah tidak tega untuk mempersembahkan salah satu dari kamu semua menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng” ucap ayahnya kepada anak-anaknya. ”Ampun Ayahanda, Ananda pokoknya tidak mau menjadi persembahan untuk Nyai Roro Gendeng. Kami tidak ingin mati muda Ayahanda” ucap si Sulung. ”Iya, kami tidak mau mati menjadi tumbal untuk Nyai Roro Gendeng!” ucap putra-putrinya, kecuali si Patmini. ”Ayahanda, Ibunda, aku mau dipersembahkan menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng ayahanda, demi ketenangan ayahanda. Ananda sangat menginginkan bahwa Ayahanda itu bahagia. Biarlah Ananda yang dipersembahkan ke Nyai Roro Gendeng” ucap si bungsu, Patmini. Mendengar perkataan Patmini, semuanya menjadi sedih. ”Patmini  anakku, mengapa kamu berani untuk kami persembahkan menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng ? Sedangkan kakak-kakakmu tak berani melakukannya” ucap Joko Seger. ”Ananda akan melakukan apa saja, termasuk dikorbankan, demi keselamatan penduduk Tengger dan Ayahanda, Ibunda, serta kakak-kakakku. Sekarang, ijinkanlah aku pergi ke kawah Nyai Roro Gendeng” ucap Patmini. 
Patmini lalu berpamitan kepada kedua orangtuanya “Ayahanda, Ibunda, Ananda akan pergi ke Nyai Roro Gendeng. Ananda hanya meminta restu dan doa kalian. Kirimlah hasil ladang ke Ananda dengan menceburkannya ke kawah Gunung Bromo pada setiap terang bulan, tanggal 14 bulan Kasadha. Ananda akan pergi ke Nyai Roro Gendeng sekarang.” Setelah sampai, Patmini menyampaikan pesan kepada rakyat Tengger “Aku rela mengorbankan diriku demi ketentraman Rakyat Tengger disini. Kirimkanlah aku hasil ladang pada saat terang bulan, yaitu pada tanggal ke 14 bulan Kasadha.” ucap Patmini. Setelah berucap seperti itu, ia siap untuk menjadi tumbal dari Nyai Roro Gendeng. Tak ada rasa takut yang muncul dari wajahnya.
Kemudian Dewi Agung datang untuk menolong Patmini dan memusnahkan Nyai Roro Gendeng dan dayang-dayangnya. Patmini akhirnya selamat dan dibawa oleh Dewi Agung menuju Kahyangan. Patmini dibawa ke kayangan menjadi Dewi Kebaikan, menyebarkan kebaikan di muka bumi.
Untuk mengenang peristiwa itu,para rakyat Tengger melakukan perintah yang pernah diucapkan Patmini saat akan mengorbankan dirinya kepada Nyai Roro Gendeng, yaitu mengirimkan hasil ladang pada tanggal ke 14 bulan Kasadha dengan menceburkannya kedalam kawah. Hal ini terus dilakukan sampai sekarang dan menjadi sebuah tradisi yang dilakukan masyarakat Tengger. Tradisi ini kemudian dinamakan Tradisi Kasadha.





PEMAIN DAN PERAN
Yeni Fitria Almaghfiroh         (35)      : (sebagai)  Dewi Agung dan Dayang Laksmi
Lestari Ayu Ningtyas (10)      : (sebagai) Nyai Roro Gendeng
Siti Nuzulul Rochmah (30)      : (sebagai) Roro Anteng
Yussi Indrianningsih              (36)      : (sebagai) Permaisuri dan Narator
Riska Ayu Febrianti              (26)      : (sebagai) Patmini
Izhar Dhiya’ul Hayyan          (08)      : (sebagai) Joko Berto
Widya Estrella                       (34)      : (sebagai) Kanjeng Lara
Dodik Tristiawan                   (04)      : (sebagai) Dayang Nyai
Sancha Arema Data               (29)      : (sebagai) Joko Seger
Mahrus Hilmy                        (12)      : (sebagai) Lelaki Misterius dan Raja















NASKAH DRAMA SEBUAH JANJI DARI JOKO SEGER
Tersebutlah kerajaan Majapahit yang mahsyur dan damai, dipimpin oleh raja yang bijaksana dan permaisuri yang baik hatinya. Mereka mempunyai seorang putri yang cantik dan baik hati bernama Roro Anteng.  Suatu hari, Roro Anteng menikah dengan pemuda pilihannya, Joko Seger, putra seorang Brahmana yang tampan dan baik hati. Seluruh Kerajaan berpesta dan bersuka ria atas pernikahan Roro Anteng. Suatu hari setelah pernikahan, di ruang Kerajaan.
Roro Anteng               : “Ayahanda,  Ibunda, izinkan saya dan Kanda Joko meninggalkan istana ini.”
Raja                            : “Apa? Putriku apakah kau bercanda putriku Roro?”
Roro Anteng               : “Tidak ayahanda, ini sudah keputusan kami berdua.”
Permaisuri                  : “Putriku, apa kurangnya istana ini? Kalian bisa hidup dengan dengan nyaman disini.”
Joko seger                  : “Maafkan kami, Ibunda, Ayahanda, tapi kami ingin tinggal di tempat itu, impian kami sejak dulu. Kami akan membangun bahtera dan bisa hidup mandiri.”
Raja                            :“Apakah ananda kuat hidup tanpa ayahanda dan ibunda?”
Roro Anteng               : ”Iya ayahanda. Semuanya akan baik-baik saja. Lagipula suami ananda Joko Seger akan selalu menemani ananda.”
Permaisuri                  : ”Baiklah putriku sayang. Kalau itu sudah menjadi keputusan kalian. Kami tak bisa melarangnya.”
Raja                            : ”Baik-baiklah disana anakku. Jika sewaktu-waktu kalian mendapatkan masalah janganlah sungkan untuk datang kembali, gerbang Istana ini akan selalu terbuka untukmu.”
Permaisuri                  : “Baiklah kalau begitu, Dayang Laksmi tolong bantu anakku dan suaminya  menyiapkan segala keperluannya untuk hidup jauh.”
Dayang Laksmi          : “Baiklah yang mulia Permaisuri."

               Akhirnya, Joko Seger dan Roro Anteng tinggal di lereng gunung Bromo, mereka memberi nama daerah itu dengan nama Tengger. Gabungan dari nama Anteng dan Seger. Mereka hidup bahagia, namun setelah bertahun-tahun menikah, mereka tak kunjung diberi seorang anak.

Joko Seger                 : “Adinda, mengapa kita tak kunjung memiliki anak juga?”
Roro Anteng               : “Sabar Kakanda, mungkin sang  Dewi Agung belum mempercayai kita sebagai orang tua.”
Joko Seger                 : “Tapi adinda, kita sudah berdoa setiap hari. Tapi sepertinya Dewi Agung tak mendengar doa kita, haruskah kita memakai cara lain?”
Roro Anteng               : “Terserah kakanda saja, Adinda akan mengikuti kehendak Kakanda .”
Joko seger                  : “Kanda akan berusaha yang terbaik untuk kita.”

Joko Seger pun pergi ke Nyai Roro Gendeng tanpa sepengetahuan Roro Anteng. Nyai Roro gendeng adalah Nyai yang terkenal akan kesaktiannya. Konon kabarnya, dia sudah hidup ratusan tahun lamanya, akan tetapi wajahnya masih tampak seperti umur 20 tahun.

Nyai Roro Gendeng   : “Sepertinya ini darah terakhir dari tumbal Mas sugeng 10 tahun lalu, saya tidak bisa awet muda lagi.”
Dayang Nyai              : “Iya Nyai, bagaimana nasib kita selanjutnya ?”
Nyai Roro Gendeng   : “Tenanglah, saya mempunyai firasat baik tahun ini.”
(Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Nyai segera menyuruh Dayang Nyai menyembunyikan sebotol darah terakhir).
Nyai Roro Gendeng   : “Monggo Mas Joko Seger.”
Joko Seger                 : “Apakah kita saling mengenal?” (heran)
Nyai Roro Gendeng   : “Hahaha, kamu meragukan kemampuan saya ya? Masuk dan duduklah.” (mempersilahkan duduk di tikar)
Joko Seger                 : “Terimakasih Nyai, hmm begini Nyai, saya ke sini, ingin meminta pada Nyai agar diberi anak.”
Nyai Roro Gendeng   : “Anak ya? Gampang, tapi ada syaratnya.”
Joko Seger                 : “Apa itu Nyai, perkenankanlah hamba untuk mengetahuinya.”
Nyai Roro Gendeng   : “Salah satu anakmu harus kau serahkan pada saya.”
Joko Seger                 : “Demi anak akan hamba kabulkan permintaan Nyai. (dengan tegas)”
Nyai Roro Gendeng   : “Baiklah, terimalah ramuan ini, minumkan pada istrimu 3 kali sehari setelah makan. Dijamin, dalam waktu 1 minggu, istrimu akan hamil. Dan ingatlah, 18 tahun yang akan datang saya akan datang menagih janjimu, apabila tidak kau penuhi maka binasalah Desa Tenggermu!”

18 tahun berlalu dengan singkat. Kini, di rumah Joko Seger dan Roro anteng kini sudah dihuni anak-anak. Anak pertamanya bernama Kanjeng Lara, anak keduanya Joko Berto, anak ketiganya Patmini. Keluarga mereka cukup harmonis walau kadang ada sedikit pertengkaran kecil di antara mereka.

Kanjeng Lara : “Ibunda, masa Patmini diberi uang jajan yang lebih besar  dari pada ananda ? ananda tidak suka, ini tidak adil”
Roro Anteng               : “Anandaku tercinta, adikmu sedang membutuhkan uang, untuk membeli kebaya baru . Kamu kan sudah kemarin, sudah lima kali malah.”
Patmini                        : “Yah Ibunda, kebaya ini sudah cukup usang, sedangkan punya mbak Kanjeng Lara masih baru.”
Kanjeng Lara             :”Ibunda, mengapa ananda juga terus yang disuruh cuci piring? Patmini tidak pernah disuruh cuci piring. Ananda punya pekerjaan lain juga ibunda!” (menunjuk adiknya)
Patmini                        : “Tapi, saya baru saja selesai memasak bersama ibunda, mbak Kanjeng Lara saja yang menyelesaikannya” (menyapu keringat di dahinya)
Roro anteng               :”Kanjeng Lara anakku, sebentar lagi Ayahanda dan Joko Berto akan pulang, selesaikan saja pekerjaanmu segera.”
Kanjeng Lara             : “Hmm, baiklah ibunda.” (melengos kesal dan pergi ke dapur untuk cuci piring)
Joko Berto dan Ayahnya tiba di rumah selesai bertani.
Joko Berto                 : “Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan sekali Ibunda. (menyalim tangan Roro anteng)
Joko Seger                 : “Syukurlah adinda, tanaman kita tumbuh subur di luar sana. Dewi Agung memberkahi kita.”

Beberapa hari kemudian, di pagi hari kediaman Roro anteng dan Joko Seger didatangi oleh seseorang yang misterius. Pakaiannya serba hitam dan membawa tongkat. Ia berjalan secara perlahan. Saat itu Roro Anteng sedang menyapu di halaman.

Roro Anteng               : (keget). “Maaf, apa gerangan anda datang  ke sini? Anda sedang mencari siapa?” (terheran-heran)
Nyai Roro Gendeng   : “Kamu Roro Anteng kan? Istri Joko Seger , saya datang ke sini untuk menagih janji.”
Roro Anteng               : “Janji? Tapi, saya tidak pernah bertemu anda sebelumnya.”
Nyai Roro Gendeng   : “Jadi, suamimu tidak menceritakan padamu ya? Tentang itu. Hahahaha.”
Roro Anteng               : (bingung) “tentang itu? Apakah itu?”
Nyai Roro Gendeng   : “Tanya saja pada suamimu! dan katakan padanya waktunya sisa 1 minggu lagi!”

            Roro anteng menjadi kebingungan, dia terus memikirkan perempuan misterius itu. Entah mengapa, firasatnya menjadi tidak enak. Saat suaminya pulang ke rumah, dia berbicara secara rahasia dengan suaminya.

Roro Anteng               : “ Kanda, apa yang kanda sembunyikan dari Adinda?”
Joko Seger                 : “Percayalah padaku Adinda, Kanda tidak menyembunyikan apa-apa.”
Roro Anteng               : “Pagi tadi, seorang Nyai misterius datang ke rumah kita, dia datang untuk menagih janji. Dia bilang bahwa waktumu sisa 1 minggu lagi. Apa maksudnya Kanda?”
Joko Seger                 : “Ya ampun Adinda, Kakanda lupa Adinda! Kanda pernah berjanji pada Nyai Roro Gendeng apabila kita dikaruniai anak, kita harus memberikan salah 1 anak kita  ke Nyai. Apabila tidak, dia akan murka dan menghancurkan Tengger dan seluruh keluarga kita Adinda!”
Roro Anteng               : “Apa kanda? Kenapa hal seperti ini Kanda sembunyikan dari Dinda!  Apa yang harus kita perbuat sekarang? Dinda tidak ingin salah satu anak kita menjadi  tumbal Nyai!”
Joko Seger                   : “Maafkan Kanda Adinda. Kanda, kanda”
Tanpa  sepengetahuan Joko Seger dan Roro Anteng, ternyata anak-anak mereka mendengarnya dari balik pintu. Mereka sangat shock mengetahui salah satu dari mereka akan ditumbalkan.

Kanjeng Lara : “Salah satu dari kita akan ditumbalkan. Saya tak percaya!”
Patmini                        : “Pantas saja mbak, saya curiga dengan kedatangan sosok misterius tadi, serba hitam dan mengerikan.”
Joko Berto                 : “Mbak Kanjeng Lara saja yang jadi tumbalnya, sebagai yang tertua harusnya  mengalah pada kita! Umur mbak kan sudah 18 tahun. Saya baru saja 17 tahun  bulan lalu.”
Kanjeng Lara             : “Eh, kecil kamu pikir saya mau menuruti mau kamu, saya masih mau hidup. 18 tahun masih terlalu sebentar! Saya belum menikah, punya anak dan lain-lain!”
Joko Berto                 : “Kalau begitu Patmini saja, dia belum mengerti akan hidup, belum dewasa. Kenapa bukan dia saja!”
Patmini                        : “Apa? Kok saya mas? Apa salah saya sama mas?”
Kanjeng Lara             : “Kalian tidak bisa menentukan begitu saja, kita harus membicarakannya pada Ibunda dan Ayahanda besok.”

            Keesokan harinya suasana di kediaman Joko seger dan Roro Anteng tidak bahagia seperti biasanya. Semuanya pusing dan dilema akan masalah siapa yang akan menjadi tumbal. Joko seger dan istrinya sedang terduduk lesu di ruang keluarga. Sementara anak-anaknya yang sudah mengetahuinya, juga bingung dan resah akan masalah itu.

Joko Seger                 : “Anak-anakku, ada yang ingin ayahanda bicarakan ke kalian semua. Tapi sebelumnya ayahanda meminta maaf atas apa yang ayahanda lakukan 18 tahun lalu”
Kanjeng Lara             : “Ayahanda, kami juga ingin minta maaf, kami telah mengetahui segalanya. Kami mendengar pembicaraan Ayahanda dan Ibunda semalam.”
Joko Seger                 : “Apa? Tentang Nyai itu?”
Joko Berto                 : “Kami sudah tahu bahwa Ayahanda akan menyerahkan salah satu dari kami ke Nyai jahat itu.”
Roro Anteng               : “Tapi sungguh anakku, Ibunda tak ingin salah satu dari kalian menjadi milik Nyai, Ibunda tak rela. Kanda bagaimana kalau saya saja yang menjadi tumbal Nyai?”
Kanjeng Lara             : “Jangan Ibunda, saya tak bisa hidup tanpa Ibunda. Saya baru saja dewasa dan tidak ada yang bisa menjadi pengganti Ibunda di rumah ini.”
Patmini                        : “Ayahanda, Ibunda, apa tidak ada jalan lain? Bagaimana kalau kita meninggalkan Tengger saja dan pergi dari Nyai itu?”
(Terdengar ketukan pintu yang memotong pembicaraan keluarga itu, Joko Berto membuka pintu dan mempersilahkannya masuk)
Joko Berto                 : “Anda siapa?”
Lelaki Misterius        : “Maaf, mengganggu pembicaraan kalian. Saya tahu banyak tentang Nyai Roro Gendeng, mungkin saja saya bisa membantu.”
Kanjeng Lara : “Syukurlah kalau begitu, kami ingin bertanya.. Bagaimana cara kami agar terlepas dari Nyai Roro Gendeng?”
Lelaki Misterius        : “Saya sempat mendengar bahwa kalian akan lari dari Desa ini? Menurutku, hal itu mustahil! Nyai Roro Gendeng sangat sakti, dia bukanlah manusia biasa, mengetahui segala jenis ilmu hitam. Dia sangat sulit dikalahkan, kabur dari Desa ini bukan jalan keluarnya, dia akan mengikuti dan membunuh kalian semua!”
Seluruh keluarga        : “Apa?”
Joko Seger                 : “Jadi, tak ada cara lain, ini semua salahku Adinda, coba saja kita menunggu Dewi  Agung untuk diberi anak, pasti tidak seperti  ini.”
Lelaki Misterius        : “Satu-satunya cara yang bisa adalah mengorbankan salah satu dari anak kalian, Nyai Roro Gendeng menginginkan darahnya untuk awet muda, semakin segar semakin baik pula. Dia sudah hidup seperti ini sejak 100 tahun yang lalu.”
Kanjeng Lara : “Saya tak mau menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng, saya masih mau hidup ayahanda.”
Joko Berto                 : “Demikian saya juga, saya telah berjanji akan menikahi kekasihku saat usia kami 20 tahun, dia akan bersedih kalau saya pergi.”
Kanjeng Lara : “Mengapa ayahanda berjanji seperti itu? Saya tak ingin salah satu dari kami  diambil.”
Joko Seger                 : “Demi Dewi Agung, ayahanda sangat menyayangi kalian, kalau saja tumbal Nyai Roro Gendeng bisa diganti, ayahanda yang akan menjadi tumbal itu.”
(Roro Anteng terisak dan tak sanggup berkata-kata)
Patmini                        : (mengangkat tangan). “Ibunda, ayahanda, biarkan saya saja, saya mau menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng. Asalkan seluruh keluarga bahagia, asalkan Tengger aman.”
(Mendengar perkataan Patmini seluruh keluarganya sedih)
Roro Anteng               : “Patmini anakku, mengapa kamu berani menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng, padahal kakak-kakakmu saja tidak berani.”
Patmini                        : “Saya rela melakukan apapun termasuk menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng asal Ibunda, Ayahanda, dan Kakak-kakak bahagia.”
Lelaki Misterius        : “Wah, kamu sangat mulia nak, kalau begitu, 6 hari dari sekarang yaitu hari Senin, saya akan menjemputmu dan mengantarmu ke tempat Nyai Roro Gendeng. Habiskanlah waktumu bersama keluargamu nak.”

Sementara itu di kediaman Nyai Roro Gendeng. Terdengar nyanyian yang mengerikan dari rumahnya, Nyai Roro Gendeng sedang berbahagia karena sebentar lagi akan mendapat darah baru.

Nyai Roro Gendeng   : “Sungguh saya tidak sabar menikmati darah itu, saya akan awet muda lagi. Selamat datang umur 20 tahun, hahaha.”
Dayang Nyai              : “Hahaha, saya juga mendapat darah itu kan Nyai? Kulit saya sudah berkurang kekencangannya.” (mengelus-ngelus pipinya)
Nyai Roro Gendeng   : “Tentu saja, kamu adalah dayangku yang paling setia. Kita diibaratkan seperti jarum dan benang, seperti dukun dan sesajen. Hahaha.”
Dewi Agung                : “Kamu tidak berubah yah, Nyai Roro Gendeng, atau mesti kupanggil mantan Dewi Kesuburan?”
Dayang Nyai              : “Dia siapa Nyai? Apa maksudnya mantan Dewi Kesuburan?” (terkejut dan gelegapan)
Nyai Roro Gendeng   : “Tenang, dayangku. Biar saya yang bicara. Hmm, rupanya kamu Dewi Agung, lama tak jumpa. Bagaimana sekarang hidupmu menjadi Dewi dari segala Dewi?”
Dewi Agung                : “Kabar baik, bagaimana kabarmu?” (tenang)
Nyai Roro Gendeng   : “Ini semua gara-gara kamu! Kalau saja saya yang terpilih menjadi Dewi Agung, tidak akan seperti ini saya jadinya. Tidak usah saya hidup menjadi Nyai Roro Gendeng yang meminum darah agar awet muda.”
Dewi Agung                : “Kamu seharusnya tahu, bahwa yang terbaiklah yang menang, kamu tidak tahu bahwa Dewi Agung yang dahulu tahu niat busuk kamu, makanya dia tidak memilihmu! Dan mengirimmu ke bumi menjadi manusia.”
Nyai Roro Gendeng   : “Tahu apa kamu, hah?”
Dewi Agung                : “Saya tahu banyak hal, kamu sebentar lagi akan menumbalkan anak Joko Seger dan Roro Anteng kan?”
Nyai Roro Gendeng   : “Yah, benar sekali Dewi Agung, dan saya akan jauh lebih cantik darimu setelah itu. Hahaha”
Dewi Agung                : “Semoga berhasil kalau begitu, dan selamat tinggal.” (terdengar bunyi Kring, Dewi Agung menghilang)

Detik demi detik berlalu dengan cepat. Kini, tak terasa, hari yang paling ditakuti keluarga Joko Seger dan Roro Anteng tiba juga. Hari Senin, di mana Patmini, anak bungsu pasangan itu akan pergi untuk selama-lamanya karena akan menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng. Senin Subuh yang kelam itu, tidak seorangpun dari keluarga Joko Seger dan Roro Anteng yang bisa tidur. Mereka berkumpul di ruang makan, semuanya gelisah, kecuali Patmini, dia nampak tegar walaupun masalah ini sangat berat.

Kanjeng Lara : “Patmini, kamu benar-benar mulia adikku. Bersenang-senanglah nanti di surga. Saat Nyai Roro Gendeng akan menjadikanmu tumbal. Tutuplah matamu, dan ingatlah rumah ini, ingatlah ayahanda, Ibunda dan kita semua.” (terisak-isak, kemudian menangis memeluk adiknya)
Patmini                        : “Janganlah menangis mbak, saya  akan baik-baik saja di sana. Nanti, saya juga bisa menangis.”
Joko Berto                 : “Kalau tidak ada kamu, siapa yang mau memasak lagi bersama Ibunda, siapa lagi yang akan bantu Kanjeng Lara cuci piring? Siapa yang mau pijit-pijit mas?
Kanjeng Lara : “Patmini, kalau mbak menikah dan punya anak, akan mbak beri nama seperti namamu. Semoga dia baik hati dan mulia sepertimu.” (menyeka air matanya)
Patmini                        :“Terima kasih semuanya, Ayahanda, Ibunda, Mbak Kanjeng Lara, dan Mas Joko Berto, Patmini sangat menyayangi kalian.”
Joko Berto                 : “Kamu benar-benar mulia adikku, betapa beruntungnya keluarga kita memilikimu.”
Roro Anteng               : “Anandaku Patmini”
Patmini                        : “Iya ibunda, jangan menangis Ibunda, saya akan baik-baik saja.”
Roro Anteng               : “Terima kasih nak, Ibunda benar-benar menyayangimu.”
Joko Seger                 : “Ingatlah Ananda, ketika kau takut, tutuplah matamu, bayangkan wajah Ibunda, Ayahanda, dan keluarga ini. Dengan begitu, rasa takutmu akan hilang nak, kita semua selalu berada bersamamu. Disini.” (menepuk-nepuk dadanya).

Mereka menghabiskan waktu sampai fajar menyambut. Terdengar ketukan pintu, itu pasti perempuan yang akan mengantar Patmini di tempat Nyai Roro Gendeng.

Lelaki misterius         : “Bagaimana, apakah semuanya sudah siap?”
Patmini                        : “Yah, hmmm, bolehkah saya menyampaikan sebuah permintaan sebelum pergi?”
Lelaki misterius         : “Tentu saja.”
Patmini                        : “Ibunda, Ayahanda, dan semuanya, Patmini ingin kalian mengenang Patmini. Untuk tahun ke depannya, pergilah ke Gunung bromo, dan kirim sebagian kecil hasil panen Ayahanda untuk Patmini. Patmini, sangat menyayangi kalian, hiduplah dengan rukun di sini. Selamat tinggal.” (menyalim tangan Ayahanda, Ibunda, dan seluruh keluarganya)

            Patmini menyalim tangan Ibunda, Ayahanda, dan kakak-kakaknya untuk terakhir kalinya. Tak diragukan lagi, air mata berjatuhan saat kepergian Patmini. Di perjalanan, Patmini berusaha tegar dan menahan air matanya. Mereka terus berjalan sampai akhirnya perempuan misterius itu berhenti dan menunjukkan rumah Nyai Roro Gendeng. Patmini diminta sendirian ke sana.
Suasana sangat gelap dan mengerikan di sekitar rumah Nyai Roro Gendeng, gerimis perlahan-lahan jatuh membasahi bumi. Hujan pertama di bulan Kashada, saat yang tepat untuk melakukan penumbalan Patmini.

Dayang Nyai              : “Hahaha, akhirnya, kamu datang juga!”
Patmini                        : (ketakutan) “Apakah kamu Nyai Roro Gendeng?”
Dayang Nyai              : “Sayang sekali, emm salah, saya hanya dayang Nyai. Cepatlah masuk ke dalam, nyai sudah menunggu.”
Patmini                        : “Ba.. baik.” (ketakutan)
Nyai Roro Gendeng   : (menepuk tangannya 3 kali). “Kamu patut diberi pujian gadis kecil, saya tahu kamu putri Joko Seger yang paling bungsu. Hahah”
Patmini                        : “Maaf, apakah itu lucu?”
Nyai Roro Gendeng      : “Ya, tentu saja tidak sekarang, jangan basa-basi lagi. Berbaringlah di sini!” (menunjuk tikar yang dipenuhi daun-daun). “Penumbalanku segera dimulai. Dayang, ambilkan pisau sakti!”
Dayang Nyai              : “Baik Nyai, ini dia! Saya sudah asa.”
Nyai Roro Gendeng   : “Hahahah, dengan begini saya akan awet muda segera! Hahaha” (tertawa bersama dayang, memegang pisau itu di atas perut Patmini, membaca mantra)
(Patmini menutup mata sambil tersenyum)
Nyai Roro Gendeng   : “Kenapa kamu menutup mata sambil tersenyum? Kamu takut?”
Patmini                        : “Tidak, saya mengingat hal-hal yang paling membahagiakan bersama keluarga saya.”
(Tiba-tiba, tangan Nyai menjadi gemetar, dia jadi tidak sanggup memegang pisau itu, dan pisau terlempar ke arah samping)
Nyai Roro Gendeng   : “Tidak! Apa yang terjadi? Kenapa tenaga saya menghilang? Tidaak.” (menoleh)” Kamu? Beraninya kamu Dewi Agung!” (suaranya meninggi dan menunjuk Dewi Agung)
Dewi Agung                : “Tentu saja saya berani, tak akan kubiarkan kau menyentuhnya. Kamu akan menua dan binasa sekarang bersama dayang-dayangmu!” (melontarkan kutukannya pada Nyai Roro Gendeng dan dayangnya)
Nyai Roro Gendeng dan Dayang Nyai : “TIDAAAAAAAKK!”

Nyai Roro Gendeng dan Dayang akhirnya lenyap bersama hilangnya suara teriakan mereka berdua. Kini, Patmini terduduk lemas, bersama Dewi Agung di sebelahnya.

Patmini                        : “Terimakasih telah menolongku, tapi anda Yang Mulia Dewi Agung? Kenapa anda mau menolong saya?”
Dewi Agung                : “Karena kau mulia dan baik hati.”
Patmini                        : “Itu saja? Hmm, kenapa Anda tidak membunuh Nyai Roro Gendeng sejak dulu?”
Dewi Agung                : “Itu sulit, dia sangat kuat dan sakti. Kondisinya yang paling lemah adalah ketika hujan pertama bulan Kashada , sesaat ketika penumbalan berlangsung.”
Patmini                        : “Apakah saya baru bertemu Anda hari ini?”
Dewi Agung                : “Tentu saja tidak, karena saya yang menjemput kamu dan membawa kamu ke sini?”
Patmini                        : “Perempuan misterius tadi?? Sungguh saya tak mengetahuinya Dewi Agung. Apa yang harus saya lakukan untuk membalas kebaikan Dewi Agung? Saya siap melakukan apa saja.”
Dewi Agung                : “Saya akan mengangkatmu menjadi Dewi Kebaikan dan tinggal bersamaku di kayangan dengan Dewi-Dewi lainnya. Apakah kamu mau Patmini?”
Patmini                        : “Dengan senang hati Dewi Agung, saya akan menerimanya.”
Akhirnya, semua berakhir bahagia. Patmini dibawa ke kayangan menjadi Dewi Kebaikan, menyebarkan kebaikan di muka bumi. Sedangkan keluarganya di Tengger, setiap tahunnya saat hujan pertama Bulan Kashada menyerahkan sebagian hasil pertanianya untuk Patmini. Dari kayangan, Patmini selalu merasa bahagia melihat keluarganya hidup dengan tentram di Tengger.

(TAMAT)



















NASKAH DRAMA
Sebuah janji dari JOKO SEGER

Guru Pembimbing :
Drs. Ladi
NIP 19640409200701016





SMA Negeri 1 Porong
Tahun Pelajaran 2014-2015
SINOPSIS DRAMA
Sumber    : Teinspirasi oleh Legenda Asal Mula Gunung Bromo dan Suku Tengger
Penyusun : Kelompok 4
Judul       : Sebuah Janji Dari Joko Seger
Tema        : Tanggung Jawab















Kelompok 4
Anggota :
1.    Dodik Tristiawan                        (04)
2.    Izhar Dhiya’Ul Hayyan               (08)
3.    Lestari Ayu Ningtyas                  (10)
4.    Mahrus Hilmy                             (12)
5.    Riska Ayu Febrianti          (26)
6.    Sancha Arema Data           (29)
7.    Siti Nuzulul Rochmah               (30)
8.    Widya Estrella                            (34)
9.    Yeni Fitria Almaghfiroh            (35)
10.           Yussi Indrianningsih              (36)
Kelas XI-MIIA4


Tidak ada komentar:

Posting Komentar