Sebuah janji dari joko seger
Cerita ini berasal dari Tanah Jawa. Terdapat
seseorang raja Majapahit yang meninggalkan negerinya bersama permaisurinya dan
beberapa pengikutnya karena kalah melawan putranya sendiri. Mereka pergi ke
lereng Gunung Bromo dan membangun sebuah rumah sederhana sebagai tempat
tinggal mereka. Pada suatu hari, permaisuri melahirkan anak keduanya.
Mantan Raja Majapahit yang gelisah menunggu istrinya melahirkan anaknya di
luar rumah. Pada tengah malam, akhirnya anaknya berhasil dilahirkan. Anak yang
dilahirkan itu perempuan. Sang Raja lalu melihat anaknya “Dinda, anak kita
perempuan”. Tetapi, terdapat keanehan pada bayi itu karena bayi itu tidak
menangis seperti bayi pada umumnya “Benarkah Adinda melahirkan, mengapa tidak
ada suara tangisan bayi?”pikir sang permaisuri.
“Betul Adinda, anak kita
telah lahir.Lihat,ia terlihat tenang,tidak menangis. Dia terlahir
dengan normal dan sehat.Mukanya terlihat tampak bersinar.Karena ia terlihat
tenang dan diam, maka aku akan menamakannya Roro Anteng”ucap Sang mantan Raja
sembari menunjukkkan bayinya kepada istrinya.
Tidak jauh dari tempat itu, terdapat sebuah rumah
sederhana yang ditinggali oleh sepasang suami istri. Sang Suami
merupakan seorang Brahmana. Pada saat yang bersamaan, sang istri Brahmana
melahirkan seorang bayi laki-laki. Bayi itu menangis dengan suara
yang amat keras. Karena bayi itu menangis dengan suara yang amat keras, maka
bayi itu dinamakan Joko Seger yang artinya laki-laki berbadan segar
“Istriku,anak kita menangis dengan suara yang amat keras.Karena itu aku akan
menamakan bayi ini Joko Seger”.
Tahun telah berlalu. Kedua anak itu tumbuh
menjadi dewasa. Roro Anteng tumbuh menjadi gadis yang cantik, sedangkan
Joko Seger tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan perkasa. Karena kecantikkan
Roro Anteng, banyak pemuda yang datang untuk meminangnya. Tapi, tak satupun
lamaran yang diterima olehnya karena dia telah menjalin kasih dengan Joko Seger
dan ia berjanji tidak akan mau menyukai orang lain karena kesetiaan cintanya
kepada Joko Seger.
Roro Anteng dan Joko Seger menjadi senang. Tak berapa
lama kemudian,mereka berdua menikah dan tetap tinggal di lereng Gunung Bromo. Mereka
kemudian membuka desa baru. Desa itu kemudian mereka namakan dengan
nama Tengger. Nama ini merupakan gabungan dari nama mereka berdua, Roro
Anteng dan Joko Seger. Mereka pun hidup bahagia.
Setelah bertahun-tahun menikah, mereka belum juga
dikaruniai anak. Karena itu, terjadi keresahan di hati mereka berdua “Dinda, sebenarnya
sudah bertahun-tahun kita menjadi suami istri,tetapi mengapa kita belum
dikaruniai anak? Padahal kita sudah mencoba berbagai jenis obat” ucap Joko
Seger. ”Sabarlah Kanda,mungkin nanti kita akan dikaruniai anak. Janganlah cepat
berputus asa. Serahkan saja semuanya kepada dewa” ucap istrinya untuk
menenangkan hati suaminya. Joko Seger pun mendatangi rumah seorang
dukun sakti bernama Nyai Roro Gendeng tanpa sepengetahuan istrinya Roro Anteng.
Ia bermaksud ingin meminta agar diberikan keturunan. Joko Seger dan Roro Anteng
akan dikaruniai anak, apabila ia berjanji untuk memenuhi syarat yang diberikan
Nyai Roro Gendeng kepadanya. Syarat yang harus dipenuhi oleh Joko Seger yaitu apabila
mereka dikaruniai anak maka Joko Seger harus memberikan salah satu anaknya
kepada Nyai Roro Gendeng. Joko Seger pun senang dan berterima kasih “Terima
Kasih Nyai, terima kasih karena engkau telah membantu saya. “Saya akan
menepati janji saya”, ucap Joko Seger.
Tak berapa lama kemudian setelah itu, Roro Anteng
diketahui mengandung. Mereka bertambah senang dan bahagia karena saat yang
ditunggu-tunggu tiba. Sembilan bulan kemudian, Roro Anteng melahirkan seorang
bayi perempuan. Kemudian melahirkan anak keduanya yaitu seorang bayi laki-laki
dan anak ketiganya yaitu seorang bayi perempuan. Kebahagiaan mereka bertambah. Setelah
itu, Roro Anteng tidak melahirkan lagi. Mereka mengasuh dan mendidik ketiga
anak mereka dengan ikhlas. Anak-anak mereka pun tumbuh
menjadi dewasa. Nama anak yang paling bungsu adalah Patmini. Karena
terlena dalam kebahagiaan, Joko Seger menjadi lupa akan janjinya untuk
mempersembahkan salah satu anaknya kepada Nyai Roro Gendeng.
Pada pagi hari yang cerah, ketika Joko Seger pergi
ke sawah, seorang lelaki misterius datang ke rumah Joko Seger. Tetapi Joko
Seger tidak ada di rumah. Lelaki misterius tersebut bertemu dengan istri Joko
Seger yaitu Roro Anteng. Roro Anteng merasa heran melihat lelaki itu tiba-tiba
datang dan menagih janji yang sebenarnya Roro Anteng tidak mengetahuinya.
Dengan tiba-tiba juga lelaki misterius itu pergi meninggalkan rumah Joko Seger.
Setelah Joko Seger dan anak lelakinya pulang ke rumah, Roro Anteng segera
memberitahu kedatangan lelaki misterius tadi pagi. Joko Seger tiba-tiba
terkejut dan teringat akan janjinya kepada Nyai Roro Gendeng. Joko Seger pun
langsung menyeritakan apa yang sebenarnya terjadi. Roro Anteng sangat terkejut
dan kebingungan memikirkan kejadian yang menimpa keluarganya. ”Aduh, bagaimana
ini? Siapa diantara putra putrid kita yang harus kita persembahkan? Aku sangat
menyayangi mereka semua” Joko Seger yang masih dalam keadaan gelisah dan tanpa
sepengetahuan Joko Seger dan Roro Anteng, anak-anak mereka mendengarkan
percakapan kedua orang tuanya.
Pada Keesokan harinya, saat pagi hari, Joko Seger
bangun dari tidurnya. Akhirnya Joko Seger dan Roro Anteng ingin
menceritakan semuanya kepada anak-anaknya “Apa kita harus membicarakan ini
kepada anak-anak kita ?mudah-mudahan saja ada salah satu dari mereka yang mau
menjadi persembahan”.
Joko Seger dan isrinya kemudian mengumpulkan
anak-anaknya dalam sebuah pertemuan keluarga. Ia menjelaskan janjinya yang
pernah ia ucapkan “Anak-anakku, Ayah sebenarnya mempunyai sebuah janji yang
melibatkan kalian”. ”Janji apakah itu ayahku?” tanya anak-anaknya.” Sebelum
kalian lahir, Ayah dan Ibumu ini sudah lama tidak dikaruniai anak. Padahal Ayah
dan Ibumu ini sudah banyak berdoa dan berusaha. Karena Ayah dan Ibumu ini tidak
juga dikaruniai anak, maka Ayah mendatangi seorang dukun sakti Nyai Roro
Gendeng. Apabila kita dikaruniai anak, salah satu dari kalian harus ada yang
dipersembahkan menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng” jawab Joko Seger sambil
menjelaskan. ”Lalu,apakah yang melibatkan kami Ayahku?” tanya anak-anaknya. ”Apakah
salah satu dari kalian ada yang mau menjadi persembahan untuk Nyai Roro Gendeng?
”tanya Sang Ayah. ”Ayahandaku, apakah ayahanda tega mengorbankan anak ayahanda
sendiri, mengapa ayah berjanji seperti itu?
Apakah ayahanda tidak sayang dengan kami? ”tanya salah satu
anaknya.
“Bukan begitu anakku, aku hanya ingin dikaruniai
anak, sehingga ayahmu ini berjanji demi dikaruniai anak. Ayah itu
sangat sayang dengan kalian semua, jadi ayah tidak tega untuk mempersembahkan
salah satu dari kamu semua menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng” ucap
ayahnya kepada anak-anaknya. ”Ampun Ayahanda, Ananda pokoknya tidak mau menjadi
persembahan untuk Nyai Roro Gendeng. Kami tidak ingin mati muda Ayahanda” ucap
si Sulung. ”Iya, kami tidak mau mati menjadi tumbal untuk Nyai Roro Gendeng!” ucap
putra-putrinya, kecuali si Patmini. ”Ayahanda, Ibunda, aku mau dipersembahkan
menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng ayahanda, demi ketenangan ayahanda. Ananda
sangat menginginkan bahwa Ayahanda itu bahagia. Biarlah Ananda yang
dipersembahkan ke Nyai Roro Gendeng” ucap si bungsu, Patmini. Mendengar
perkataan Patmini, semuanya menjadi sedih. ”Patmini anakku, mengapa kamu berani untuk kami
persembahkan menjadi sesajen untuk Nyai Roro Gendeng ? Sedangkan kakak-kakakmu
tak berani melakukannya” ucap Joko Seger. ”Ananda akan melakukan apa saja, termasuk
dikorbankan, demi keselamatan penduduk Tengger dan Ayahanda, Ibunda, serta
kakak-kakakku. Sekarang, ijinkanlah aku pergi ke kawah Nyai Roro Gendeng” ucap Patmini.
Patmini lalu berpamitan kepada kedua orangtuanya
“Ayahanda, Ibunda, Ananda akan pergi ke Nyai Roro Gendeng. Ananda hanya meminta
restu dan doa kalian. Kirimlah hasil ladang ke Ananda dengan menceburkannya ke
kawah Gunung Bromo pada setiap terang bulan, tanggal 14 bulan Kasadha. Ananda
akan pergi ke Nyai Roro Gendeng sekarang.” Setelah sampai, Patmini menyampaikan
pesan kepada rakyat Tengger “Aku rela mengorbankan diriku demi ketentraman
Rakyat Tengger disini. Kirimkanlah aku hasil ladang pada saat terang bulan, yaitu
pada tanggal ke 14 bulan Kasadha.” ucap Patmini. Setelah berucap seperti itu, ia
siap untuk menjadi tumbal dari Nyai Roro Gendeng. Tak ada rasa takut yang
muncul dari wajahnya.
Kemudian Dewi Agung datang untuk menolong Patmini
dan memusnahkan Nyai Roro Gendeng dan dayang-dayangnya. Patmini akhirnya selamat
dan dibawa oleh Dewi Agung menuju Kahyangan. Patmini dibawa ke kayangan menjadi
Dewi Kebaikan, menyebarkan kebaikan di muka bumi.
Untuk mengenang peristiwa itu,para rakyat Tengger
melakukan perintah yang pernah diucapkan Patmini saat akan mengorbankan dirinya
kepada Nyai Roro Gendeng, yaitu mengirimkan hasil ladang pada tanggal ke 14
bulan Kasadha dengan menceburkannya kedalam kawah. Hal ini terus dilakukan
sampai sekarang dan menjadi sebuah tradisi yang dilakukan masyarakat Tengger. Tradisi
ini kemudian dinamakan Tradisi Kasadha.
PEMAIN
DAN PERAN
Yeni Fitria Almaghfiroh (35) : (sebagai) Dewi Agung dan Dayang Laksmi
Yeni Fitria Almaghfiroh (35) : (sebagai) Dewi Agung dan Dayang Laksmi
Lestari Ayu Ningtyas (10) : (sebagai) Nyai Roro Gendeng
Siti Nuzulul Rochmah (30) : (sebagai) Roro Anteng
Yussi Indrianningsih (36)
: (sebagai) Permaisuri dan Narator
Riska Ayu Febrianti (26) : (sebagai) Patmini
Izhar Dhiya’ul Hayyan (08) : (sebagai)
Joko Berto
Widya Estrella (34) :
(sebagai) Kanjeng Lara
Dodik Tristiawan (04) : (sebagai) Dayang Nyai
Sancha Arema Data (29) : (sebagai) Joko Seger
Mahrus Hilmy (12) : (sebagai) Lelaki Misterius dan Raja
NASKAH DRAMA SEBUAH JANJI DARI JOKO SEGER
Tersebutlah
kerajaan Majapahit yang mahsyur dan damai, dipimpin oleh raja yang bijaksana
dan permaisuri yang baik hatinya. Mereka mempunyai seorang putri yang cantik
dan baik hati bernama Roro Anteng. Suatu hari, Roro Anteng menikah dengan
pemuda pilihannya, Joko Seger, putra seorang Brahmana yang tampan dan baik
hati. Seluruh Kerajaan berpesta dan bersuka ria atas pernikahan Roro Anteng. Suatu
hari setelah pernikahan, di ruang Kerajaan.
Roro Anteng :
“Ayahanda, Ibunda, izinkan saya dan Kanda Joko meninggalkan istana ini.”
Raja : “Apa? Putriku apakah kau bercanda putriku Roro?”
Raja : “Apa? Putriku apakah kau bercanda putriku Roro?”
Roro Anteng :
“Tidak ayahanda, ini sudah keputusan kami berdua.”
Permaisuri :
“Putriku, apa kurangnya istana ini? Kalian bisa hidup dengan dengan nyaman
disini.”
Joko seger
: “Maafkan kami, Ibunda, Ayahanda,
tapi kami ingin tinggal di tempat itu, impian kami sejak dulu. Kami akan
membangun bahtera dan bisa hidup mandiri.”
Raja :“Apakah ananda kuat hidup tanpa ayahanda dan ibunda?”
Raja :“Apakah ananda kuat hidup tanpa ayahanda dan ibunda?”
Roro Anteng : ”Iya ayahanda. Semuanya akan
baik-baik saja. Lagipula suami ananda Joko Seger akan selalu menemani ananda.”
Permaisuri
: ”Baiklah putriku sayang. Kalau
itu sudah menjadi keputusan kalian. Kami tak bisa melarangnya.”
Raja :
”Baik-baiklah disana anakku. Jika sewaktu-waktu kalian mendapatkan masalah janganlah
sungkan untuk datang kembali, gerbang Istana ini akan selalu terbuka untukmu.”
Permaisuri : “Baiklah kalau begitu, Dayang Laksmi tolong bantu anakku dan suaminya menyiapkan segala keperluannya untuk hidup jauh.”
Permaisuri : “Baiklah kalau begitu, Dayang Laksmi tolong bantu anakku dan suaminya menyiapkan segala keperluannya untuk hidup jauh.”
Dayang Laksmi :
“Baiklah yang mulia Permaisuri."
Akhirnya, Joko Seger
dan Roro Anteng tinggal di lereng gunung Bromo, mereka memberi nama daerah itu
dengan nama Tengger. Gabungan dari nama Anteng dan Seger. Mereka hidup bahagia,
namun setelah bertahun-tahun menikah, mereka tak kunjung diberi seorang anak.
Joko Seger :
“Adinda, mengapa kita tak kunjung memiliki anak juga?”
Roro Anteng :
“Sabar Kakanda, mungkin sang Dewi Agung belum mempercayai kita sebagai
orang tua.”
Joko Seger :
“Tapi adinda, kita sudah berdoa setiap hari. Tapi sepertinya Dewi Agung tak
mendengar doa kita, haruskah kita memakai cara lain?”
Roro Anteng :
“Terserah kakanda saja, Adinda akan mengikuti kehendak Kakanda .”
Joko seger :
“Kanda akan berusaha yang terbaik untuk kita.”
Joko Seger pun pergi ke Nyai Roro Gendeng tanpa
sepengetahuan Roro Anteng. Nyai Roro gendeng adalah Nyai yang terkenal akan
kesaktiannya. Konon kabarnya, dia sudah hidup ratusan tahun lamanya, akan
tetapi wajahnya masih tampak seperti umur 20 tahun.
Nyai Roro Gendeng :
“Sepertinya ini darah terakhir dari tumbal Mas sugeng 10 tahun lalu, saya tidak
bisa awet muda lagi.”
Dayang Nyai :
“Iya Nyai, bagaimana nasib kita selanjutnya ?”
Nyai Roro Gendeng :
“Tenanglah, saya mempunyai firasat baik tahun ini.”
(Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Nyai segera
menyuruh Dayang Nyai menyembunyikan sebotol darah terakhir).
Nyai Roro Gendeng :
“Monggo Mas Joko Seger.”
Joko Seger :
“Apakah kita saling mengenal?” (heran)
Nyai Roro Gendeng :
“Hahaha, kamu meragukan kemampuan saya ya? Masuk dan duduklah.” (mempersilahkan
duduk di tikar)
Joko Seger :
“Terimakasih Nyai, hmm begini Nyai, saya ke sini, ingin meminta pada Nyai agar
diberi anak.”
Nyai Roro Gendeng :
“Anak ya? Gampang, tapi ada syaratnya.”
Joko Seger :
“Apa itu Nyai, perkenankanlah hamba untuk mengetahuinya.”
Nyai Roro Gendeng :
“Salah satu anakmu harus kau serahkan pada saya.”
Joko Seger : “Demi anak akan hamba kabulkan
permintaan Nyai. (dengan tegas)”
Nyai Roro Gendeng : “Baiklah, terimalah ramuan ini, minumkan pada istrimu 3 kali sehari setelah makan. Dijamin, dalam waktu 1 minggu, istrimu akan hamil. Dan ingatlah, 18 tahun yang akan datang saya akan datang menagih janjimu, apabila tidak kau penuhi maka binasalah Desa Tenggermu!”
Nyai Roro Gendeng : “Baiklah, terimalah ramuan ini, minumkan pada istrimu 3 kali sehari setelah makan. Dijamin, dalam waktu 1 minggu, istrimu akan hamil. Dan ingatlah, 18 tahun yang akan datang saya akan datang menagih janjimu, apabila tidak kau penuhi maka binasalah Desa Tenggermu!”
18 tahun berlalu dengan singkat. Kini, di rumah Joko
Seger dan Roro anteng kini sudah dihuni anak-anak. Anak pertamanya bernama
Kanjeng Lara, anak keduanya Joko Berto, anak ketiganya Patmini. Keluarga mereka
cukup harmonis walau kadang ada sedikit pertengkaran kecil di antara mereka.
Kanjeng Lara : “Ibunda,
masa Patmini diberi uang jajan yang lebih besar dari pada ananda ? ananda
tidak suka, ini tidak adil”
Roro Anteng :
“Anandaku tercinta, adikmu sedang membutuhkan uang, untuk membeli kebaya baru .
Kamu kan sudah kemarin, sudah lima kali malah.”
Patmini
: “Yah Ibunda, kebaya ini sudah
cukup usang, sedangkan punya mbak Kanjeng Lara masih baru.”
Kanjeng Lara :”Ibunda, mengapa ananda juga terus yang disuruh cuci piring?
Patmini tidak pernah disuruh cuci piring. Ananda punya pekerjaan lain juga ibunda!”
(menunjuk adiknya)
Patmini
: “Tapi, saya baru saja selesai
memasak bersama ibunda, mbak Kanjeng Lara saja yang menyelesaikannya” (menyapu
keringat di dahinya)
Roro anteng :”Kanjeng Lara anakku, sebentar lagi
Ayahanda dan Joko Berto akan pulang, selesaikan saja pekerjaanmu segera.”
Kanjeng Lara : “Hmm, baiklah ibunda.” (melengos kesal dan pergi ke dapur
untuk cuci piring)
Joko Berto dan Ayahnya tiba di rumah selesai
bertani.
Joko Berto : “Pekerjaan hari ini sungguh melelahkan
sekali Ibunda. (menyalim tangan Roro anteng)
Joko Seger : “Syukurlah adinda, tanaman kita tumbuh
subur di luar sana. Dewi Agung memberkahi kita.”
Beberapa hari kemudian, di pagi hari kediaman Roro
anteng dan Joko Seger didatangi oleh seseorang yang misterius. Pakaiannya serba
hitam dan membawa tongkat. Ia berjalan secara perlahan. Saat itu Roro Anteng
sedang menyapu di halaman.
Roro Anteng :
(keget). “Maaf, apa gerangan anda datang ke sini? Anda sedang mencari
siapa?” (terheran-heran)
Nyai Roro Gendeng :
“Kamu Roro Anteng kan? Istri Joko Seger , saya datang ke sini untuk menagih
janji.”
Roro Anteng : “Janji? Tapi, saya tidak pernah
bertemu anda sebelumnya.”
Nyai Roro Gendeng :
“Jadi, suamimu tidak menceritakan padamu ya? Tentang itu. Hahahaha.”
Roro Anteng :
(bingung) “tentang itu? Apakah itu?”
Nyai Roro Gendeng :
“Tanya saja pada suamimu! dan katakan padanya waktunya sisa 1 minggu lagi!”
Roro anteng menjadi kebingungan, dia
terus memikirkan perempuan misterius itu. Entah mengapa, firasatnya menjadi
tidak enak. Saat suaminya pulang ke rumah, dia berbicara secara rahasia dengan
suaminya.
Roro Anteng :
“ Kanda, apa yang kanda sembunyikan dari Adinda?”
Joko Seger :
“Percayalah padaku Adinda, Kanda tidak menyembunyikan apa-apa.”
Roro Anteng :
“Pagi tadi, seorang Nyai misterius datang ke rumah kita, dia datang untuk menagih
janji. Dia bilang bahwa waktumu sisa 1 minggu lagi. Apa maksudnya Kanda?”
Joko Seger :
“Ya ampun Adinda, Kakanda lupa Adinda! Kanda pernah berjanji pada Nyai Roro Gendeng
apabila kita dikaruniai anak, kita harus memberikan salah 1 anak kita ke Nyai. Apabila tidak, dia akan murka dan
menghancurkan Tengger dan seluruh keluarga kita Adinda!”
Roro Anteng :
“Apa kanda? Kenapa hal seperti ini Kanda sembunyikan dari Dinda! Apa yang
harus kita perbuat sekarang? Dinda tidak ingin salah satu anak kita menjadi tumbal Nyai!”
Joko
Seger : “Maafkan Kanda
Adinda. Kanda, kanda”
Tanpa sepengetahuan Joko Seger dan Roro
Anteng, ternyata anak-anak mereka mendengarnya dari balik pintu. Mereka sangat
shock mengetahui salah satu dari mereka akan ditumbalkan.
Kanjeng Lara : “Salah satu
dari kita akan ditumbalkan. Saya tak percaya!”
Patmini
: “Pantas saja mbak, saya curiga
dengan kedatangan sosok misterius tadi, serba hitam dan mengerikan.”
Joko Berto : “Mbak Kanjeng Lara saja yang jadi
tumbalnya, sebagai yang tertua harusnya mengalah
pada kita! Umur mbak kan sudah 18 tahun. Saya baru saja 17 tahun bulan
lalu.”
Kanjeng Lara :
“Eh, kecil kamu pikir saya mau menuruti mau kamu, saya masih mau hidup. 18
tahun masih terlalu sebentar! Saya belum menikah, punya anak dan lain-lain!”
Joko Berto :
“Kalau begitu Patmini saja, dia belum mengerti akan hidup, belum dewasa. Kenapa
bukan dia saja!”
Patmini
: “Apa? Kok saya mas? Apa salah
saya sama mas?”
Kanjeng Lara :
“Kalian tidak bisa menentukan begitu saja, kita harus membicarakannya pada
Ibunda dan Ayahanda besok.”
Keesokan harinya suasana di kediaman
Joko seger dan Roro Anteng tidak bahagia seperti biasanya. Semuanya pusing dan
dilema akan masalah siapa yang akan menjadi tumbal. Joko seger dan istrinya
sedang terduduk lesu di ruang keluarga. Sementara anak-anaknya yang sudah
mengetahuinya, juga bingung dan resah akan masalah itu.
Joko Seger :
“Anak-anakku, ada yang ingin ayahanda bicarakan ke kalian semua. Tapi
sebelumnya ayahanda meminta maaf atas apa yang ayahanda lakukan 18 tahun lalu”
Kanjeng Lara :
“Ayahanda, kami juga ingin minta maaf, kami telah mengetahui segalanya. Kami mendengar
pembicaraan Ayahanda dan Ibunda semalam.”
Joko Seger :
“Apa? Tentang Nyai itu?”
Joko Berto : “Kami sudah tahu bahwa Ayahanda akan
menyerahkan salah satu dari kami ke Nyai jahat itu.”
Roro Anteng : “Tapi sungguh anakku, Ibunda tak
ingin salah satu dari kalian menjadi milik Nyai, Ibunda tak rela. Kanda
bagaimana kalau saya saja yang menjadi tumbal Nyai?”
Kanjeng Lara : “Jangan Ibunda, saya tak bisa hidup tanpa Ibunda. Saya baru
saja dewasa dan tidak ada yang bisa menjadi pengganti Ibunda di rumah ini.”
Patmini
: “Ayahanda, Ibunda, apa tidak ada
jalan lain? Bagaimana kalau kita meninggalkan Tengger saja dan pergi dari Nyai
itu?”
(Terdengar ketukan pintu yang memotong pembicaraan
keluarga itu, Joko Berto membuka pintu dan mempersilahkannya masuk)
Joko Berto :
“Anda siapa?”
Lelaki Misterius :
“Maaf, mengganggu pembicaraan kalian. Saya tahu banyak tentang Nyai Roro
Gendeng, mungkin saja saya bisa membantu.”
Kanjeng Lara : “Syukurlah
kalau begitu, kami ingin bertanya.. Bagaimana cara kami agar terlepas dari Nyai
Roro Gendeng?”
Lelaki Misterius :
“Saya sempat mendengar bahwa kalian akan lari dari Desa ini? Menurutku, hal itu
mustahil! Nyai Roro Gendeng sangat sakti, dia bukanlah manusia biasa,
mengetahui segala jenis ilmu hitam. Dia sangat sulit dikalahkan, kabur dari
Desa ini bukan jalan keluarnya, dia akan mengikuti dan membunuh kalian semua!”
Seluruh keluarga :
“Apa?”
Joko Seger :
“Jadi, tak ada cara lain, ini semua salahku Adinda, coba saja kita menunggu Dewi
Agung untuk diberi anak, pasti tidak seperti ini.”
Lelaki Misterius :
“Satu-satunya cara yang bisa adalah mengorbankan salah satu dari anak kalian,
Nyai Roro Gendeng menginginkan darahnya untuk awet muda, semakin segar semakin
baik pula. Dia sudah hidup seperti ini sejak 100 tahun yang lalu.”
Kanjeng Lara : “Saya tak
mau menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng, saya masih mau hidup ayahanda.”
Joko Berto :
“Demikian saya juga, saya telah berjanji akan menikahi kekasihku saat usia kami
20 tahun, dia akan bersedih kalau saya pergi.”
Kanjeng Lara : “Mengapa
ayahanda berjanji seperti itu? Saya tak ingin salah satu dari kami
diambil.”
Joko Seger :
“Demi Dewi Agung, ayahanda sangat menyayangi kalian, kalau saja tumbal Nyai
Roro Gendeng bisa diganti, ayahanda yang akan menjadi tumbal itu.”
(Roro Anteng terisak dan tak sanggup berkata-kata)
Patmini :
(mengangkat tangan). “Ibunda, ayahanda, biarkan saya saja, saya mau menjadi
tumbal Nyai Roro Gendeng. Asalkan seluruh keluarga bahagia, asalkan Tengger
aman.”
(Mendengar
perkataan Patmini seluruh keluarganya sedih)
Roro Anteng :
“Patmini anakku, mengapa kamu berani menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng, padahal
kakak-kakakmu saja tidak berani.”
Patmini :
“Saya rela melakukan apapun termasuk menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng asal
Ibunda, Ayahanda, dan Kakak-kakak bahagia.”
Lelaki Misterius :
“Wah, kamu sangat mulia nak, kalau begitu, 6 hari dari sekarang yaitu hari
Senin, saya akan menjemputmu dan mengantarmu ke tempat Nyai Roro Gendeng.
Habiskanlah waktumu bersama keluargamu nak.”
Sementara itu di kediaman Nyai Roro Gendeng.
Terdengar nyanyian yang mengerikan dari rumahnya, Nyai Roro Gendeng sedang
berbahagia karena sebentar lagi akan mendapat darah baru.
Nyai Roro Gendeng : “Sungguh saya tidak sabar menikmati darah itu, saya akan awet muda lagi. Selamat datang umur 20 tahun, hahaha.”
Dayang Nyai :
“Hahaha, saya juga mendapat darah itu kan Nyai? Kulit saya sudah berkurang
kekencangannya.” (mengelus-ngelus pipinya)
Nyai Roro Gendeng :
“Tentu saja, kamu adalah dayangku yang paling setia. Kita diibaratkan seperti
jarum dan benang, seperti dukun dan sesajen. Hahaha.”
Dewi Agung :
“Kamu tidak berubah yah, Nyai Roro Gendeng, atau mesti kupanggil mantan Dewi
Kesuburan?”
Dayang Nyai :
“Dia siapa Nyai? Apa maksudnya mantan Dewi Kesuburan?” (terkejut dan gelegapan)
Nyai Roro Gendeng :
“Tenang, dayangku. Biar saya yang bicara. Hmm, rupanya kamu Dewi Agung, lama
tak jumpa. Bagaimana sekarang hidupmu menjadi Dewi dari segala Dewi?”
Dewi Agung :
“Kabar baik, bagaimana kabarmu?” (tenang)
Nyai Roro Gendeng : “Ini semua
gara-gara kamu! Kalau saja saya yang terpilih menjadi Dewi Agung, tidak akan
seperti ini saya jadinya. Tidak usah saya hidup menjadi Nyai Roro Gendeng yang
meminum darah agar awet muda.”
Dewi Agung :
“Kamu seharusnya tahu, bahwa yang terbaiklah yang menang, kamu tidak tahu bahwa
Dewi Agung yang dahulu tahu niat busuk kamu, makanya dia tidak memilihmu! Dan mengirimmu
ke bumi menjadi manusia.”
Nyai Roro Gendeng :
“Tahu apa kamu, hah?”
Dewi Agung :
“Saya tahu banyak hal, kamu sebentar lagi akan menumbalkan anak Joko Seger dan
Roro Anteng kan?”
Nyai Roro Gendeng :
“Yah, benar sekali Dewi Agung, dan saya akan jauh lebih cantik darimu setelah
itu. Hahaha”
Dewi Agung :
“Semoga berhasil kalau begitu, dan selamat tinggal.” (terdengar bunyi Kring,
Dewi Agung menghilang)
Detik demi detik berlalu dengan cepat. Kini, tak
terasa, hari yang paling ditakuti keluarga Joko Seger dan Roro Anteng tiba
juga. Hari Senin, di mana Patmini, anak bungsu pasangan itu akan pergi untuk
selama-lamanya karena akan menjadi tumbal Nyai Roro Gendeng. Senin Subuh yang
kelam itu, tidak seorangpun dari keluarga Joko Seger dan Roro Anteng yang bisa
tidur. Mereka berkumpul di ruang makan, semuanya gelisah, kecuali Patmini, dia
nampak tegar walaupun masalah ini sangat berat.
Kanjeng Lara : “Patmini, kamu benar-benar mulia adikku. Bersenang-senanglah nanti di surga. Saat Nyai Roro Gendeng akan menjadikanmu tumbal. Tutuplah matamu, dan ingatlah rumah ini, ingatlah ayahanda, Ibunda dan kita semua.” (terisak-isak, kemudian menangis memeluk adiknya)
Patmini :
“Janganlah menangis mbak, saya akan baik-baik saja di sana. Nanti, saya
juga bisa menangis.”
Joko Berto :
“Kalau tidak ada kamu, siapa yang mau memasak lagi bersama Ibunda, siapa lagi
yang akan bantu Kanjeng Lara cuci piring? Siapa yang mau pijit-pijit mas?
Kanjeng Lara : “Patmini, kalau mbak menikah dan punya anak, akan mbak beri nama seperti namamu. Semoga dia baik hati dan mulia sepertimu.” (menyeka air matanya)
Patmini :“Terima kasih semuanya, Ayahanda, Ibunda, Mbak Kanjeng Lara, dan Mas Joko Berto, Patmini sangat menyayangi kalian.”
Kanjeng Lara : “Patmini, kalau mbak menikah dan punya anak, akan mbak beri nama seperti namamu. Semoga dia baik hati dan mulia sepertimu.” (menyeka air matanya)
Patmini :“Terima kasih semuanya, Ayahanda, Ibunda, Mbak Kanjeng Lara, dan Mas Joko Berto, Patmini sangat menyayangi kalian.”
Joko Berto :
“Kamu benar-benar mulia adikku, betapa beruntungnya keluarga kita memilikimu.”
Roro Anteng : “Anandaku Patmini”
Roro Anteng : “Anandaku Patmini”
Patmini :
“Iya ibunda, jangan menangis Ibunda, saya akan baik-baik saja.”
Roro Anteng :
“Terima kasih nak, Ibunda benar-benar menyayangimu.”
Joko Seger : “Ingatlah Ananda, ketika kau takut,
tutuplah matamu, bayangkan wajah Ibunda, Ayahanda, dan keluarga ini. Dengan
begitu, rasa takutmu akan hilang nak, kita semua selalu berada bersamamu. Disini.”
(menepuk-nepuk dadanya).
Mereka menghabiskan waktu sampai fajar menyambut.
Terdengar ketukan pintu, itu pasti perempuan yang akan mengantar Patmini di
tempat Nyai Roro Gendeng.
Lelaki misterius : “Bagaimana, apakah semuanya sudah siap?”
Patmini :
“Yah, hmmm, bolehkah saya menyampaikan sebuah permintaan sebelum pergi?”
Lelaki misterius :
“Tentu saja.”
Patmini :
“Ibunda, Ayahanda, dan semuanya, Patmini ingin kalian mengenang Patmini. Untuk
tahun ke depannya, pergilah ke Gunung bromo, dan kirim sebagian kecil hasil
panen Ayahanda untuk Patmini. Patmini, sangat menyayangi kalian, hiduplah
dengan rukun di sini. Selamat tinggal.” (menyalim tangan Ayahanda, Ibunda, dan
seluruh keluarganya)
Patmini menyalim tangan Ibunda, Ayahanda, dan kakak-kakaknya untuk terakhir kalinya. Tak diragukan lagi, air mata berjatuhan saat kepergian Patmini. Di perjalanan, Patmini berusaha tegar dan menahan air matanya. Mereka terus berjalan sampai akhirnya perempuan misterius itu berhenti dan menunjukkan rumah Nyai Roro Gendeng. Patmini diminta sendirian ke sana.
Suasana sangat gelap dan mengerikan di sekitar rumah Nyai Roro Gendeng, gerimis perlahan-lahan jatuh membasahi bumi. Hujan pertama di bulan Kashada, saat yang tepat untuk melakukan penumbalan Patmini.
Dayang Nyai : “Hahaha, akhirnya, kamu datang juga!”
Patmini :
(ketakutan) “Apakah kamu Nyai Roro Gendeng?”
Dayang Nyai :
“Sayang sekali, emm salah, saya hanya dayang Nyai. Cepatlah masuk ke dalam,
nyai sudah menunggu.”
Patmini :
“Ba.. baik.” (ketakutan)
Nyai Roro Gendeng : (menepuk
tangannya 3 kali). “Kamu patut diberi pujian gadis kecil, saya tahu kamu putri
Joko Seger yang paling bungsu. Hahah”
Patmini :
“Maaf, apakah itu lucu?”
Nyai
Roro Gendeng : “Ya, tentu saja tidak
sekarang, jangan basa-basi lagi. Berbaringlah di sini!” (menunjuk tikar yang
dipenuhi daun-daun). “Penumbalanku segera dimulai. Dayang, ambilkan pisau
sakti!”
Dayang Nyai :
“Baik Nyai, ini dia! Saya sudah asa.”
Nyai Roro Gendeng :
“Hahahah, dengan begini saya akan awet muda segera! Hahaha” (tertawa bersama
dayang, memegang pisau itu di atas perut Patmini, membaca mantra)
(Patmini menutup mata sambil tersenyum)
(Patmini menutup mata sambil tersenyum)
Nyai Roro Gendeng :
“Kenapa kamu menutup mata sambil tersenyum? Kamu takut?”
Patmini :
“Tidak, saya mengingat hal-hal yang paling membahagiakan bersama keluarga
saya.”
(Tiba-tiba,
tangan Nyai menjadi gemetar, dia jadi tidak sanggup memegang pisau itu, dan
pisau terlempar ke arah samping)
Nyai Roro Gendeng :
“Tidak! Apa yang terjadi? Kenapa tenaga saya menghilang? Tidaak.” (menoleh)”
Kamu? Beraninya kamu Dewi Agung!” (suaranya meninggi dan menunjuk Dewi
Agung)
Dewi Agung :
“Tentu saja saya berani, tak akan kubiarkan kau menyentuhnya. Kamu akan menua
dan binasa sekarang bersama dayang-dayangmu!” (melontarkan kutukannya pada Nyai
Roro Gendeng dan dayangnya)
Nyai Roro Gendeng dan Dayang Nyai : “TIDAAAAAAAKK!”
Nyai Roro Gendeng dan Dayang akhirnya lenyap bersama
hilangnya suara teriakan mereka berdua. Kini, Patmini terduduk lemas, bersama
Dewi Agung di sebelahnya.
Patmini : “Terimakasih telah menolongku, tapi anda Yang Mulia Dewi Agung? Kenapa anda mau menolong saya?”
Dewi Agung :
“Karena kau mulia dan baik hati.”
Patmini
: “Itu saja? Hmm, kenapa Anda tidak
membunuh Nyai Roro Gendeng sejak dulu?”
Dewi Agung : “Itu sulit, dia sangat kuat dan sakti.
Kondisinya yang paling lemah adalah ketika hujan pertama bulan Kashada , sesaat
ketika penumbalan berlangsung.”
Patmini :
“Apakah saya baru bertemu Anda hari ini?”
Dewi Agung : “Tentu saja tidak, karena saya yang
menjemput kamu dan membawa kamu ke sini?”
Patmini : “Perempuan misterius tadi?? Sungguh
saya tak mengetahuinya Dewi Agung. Apa yang harus saya lakukan untuk membalas
kebaikan Dewi Agung? Saya siap melakukan apa saja.”
Dewi Agung : “Saya akan mengangkatmu menjadi Dewi
Kebaikan dan tinggal bersamaku di kayangan dengan Dewi-Dewi lainnya. Apakah
kamu mau Patmini?”
Patmini :
“Dengan senang hati Dewi Agung, saya akan menerimanya.”
Akhirnya,
semua berakhir bahagia. Patmini dibawa ke kayangan menjadi Dewi Kebaikan,
menyebarkan kebaikan di muka bumi. Sedangkan keluarganya di Tengger, setiap
tahunnya saat hujan pertama Bulan Kashada menyerahkan sebagian hasil
pertanianya untuk Patmini. Dari kayangan, Patmini selalu merasa bahagia melihat
keluarganya hidup dengan tentram di Tengger.
(TAMAT)
NASKAH
DRAMA
Sebuah
janji dari JOKO SEGER
Guru Pembimbing :
Drs. Ladi
NIP 19640409200701016
SMA Negeri 1 Porong
Tahun Pelajaran 2014-2015
SINOPSIS DRAMA
Sumber :
Teinspirasi oleh Legenda Asal Mula Gunung Bromo dan Suku Tengger
Penyusun : Kelompok 4
Judul :
Sebuah Janji Dari Joko Seger
Tema :
Tanggung Jawab
Kelompok 4
Anggota :
1.
Dodik
Tristiawan (04)
2.
Izhar
Dhiya’Ul Hayyan (08)
3.
Lestari
Ayu Ningtyas (10)
4.
Mahrus
Hilmy (12)
5.
Riska
Ayu Febrianti (26)
6.
Sancha
Arema Data (29)
7.
Siti
Nuzulul Rochmah (30)
8.
Widya
Estrella (34)
9.
Yeni
Fitria Almaghfiroh (35)
10.
Yussi
Indrianningsih (36)
Kelas
XI-MIIA4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar